Cireboners.id – Tajug Agung Pangeran Kejaksan menyimpan sejarah yang masih melekat di ingatan warga Cirebon. Berdiri sejak tahun 1480 silam, masjid ini masih mempertahankan eksistensinya sebagai syiar Islam.
Berlokasi di jalan Siliwangi Pamitran Utara Kecamatan Kejaksan masjid ini menjadi salah satu destinasi wisata religi.
Tajug berwarna khas putih lengkap dengan ornamen piring klasik yang menempel di dinding tajug menambah kesan kekhasan masjid.
Kendati berdiri di antara gang sempit, tak membuat pengunjung lokal mapun luar kota surut mengunjungi tajug legendaris ini. Bahkan, pada akhir pekan, pengunjung ramai memadati tempat ini.
Baik bertujuan untuk ziarah, maupun hanya sekedar ingin mengetahui sejarah berdirinya Tajug Agung Pangeran Kejaksan.
Menurut Imam Tajug Agung Pangeran Kejaksan, Son Haji mengatakan, masjid ini identik sebagai tempat menikahkan pasangan pengantin.
Karena itu, masjid ini dijuluki sebagai balai nikah. Mengingat, arsitektur masjid ini memiliki sebuah ruangan khusus untuk menikahkan kedua mempelai.
“Jadi, di masjid ini ada ruangan khusus buat menikahkan pasangan pengantin. Dulu, pasangan yang mau nikah pasti dinikahkan di sini,” kata Son Haji kepada Cireboners.id, Selasa (19/12/2023).
Namun sayangnya, fungsi balai nikah di tajug ini sudah tidak dipakai lagi. Karena setelah pembangunan Masjid Raya At-Taqwa, orang-orang berbondong-bondong menikahkan anaknya di masjid terbesar di Kota Cirebon itu.
“Terakhir difungsikan sebagai tempat menikahkan orang atau jadi balai nikah. Sejak tahun 1960-an tidak lagi difungsikan lagi karena dipindah ke sana, ke At-Taqwa,” katanya.
Semenjak itu, Tajug Agung kini hanya digunakan sebagai tempat beribadah dan kegiatan keagamaan oleh masyarakat sekitar. Kemudian, ruang balai nikah sudah beralih menjadi tempat salat khusus perempuan.
Tajug peninggalan Syekh Abdurrohim yang merupakan adik dari Syekh Abdurrohman Panjunan ini memiliki luas sekitar 400 meter persegi.
Seorang pengurus Tajug Agung lainnya, Nanang menuturkan, sebagai upaya merawat kelestarian tempat bersejarah tajug ini sudah terdaftar sebagai cagar budaya.
“Kegiatan rutin yaitu ratiban dan tiap malam Jumat tawasulan, selain itu tajug pun masih sering mengadakan kegiatan keagamaan,” katanya.
Bahkan, menurutnya, ketika akhir pekan tiba beberapa wisatawan juga kerap mengunjungi tajug sebagai pilihan destinasi wisata religi.
“Di sini juga menjadi target destinasi wisata, tiap minggu, setiap hari sabtu, kadang ada kunjungan wisata religi,” pungkasnya. (Rifki)