Sejarah

Mengapa Batu Minto Bisa Ada di Skotlandia, Ini Sejarahnya!

×

Mengapa Batu Minto Bisa Ada di Skotlandia, Ini Sejarahnya!

Share this article
Batu Minto yang kini ada di Skotlandia.
Batu Minto yang kini ada di Skotlandia.

CirebonersID – Batu Minto atau dikenal juga sebagai Prasasti Sangguran merupakan salah satu peninggalan penting dari masa Kerajaan Mataram Kuno yang kini berada jauh dari tanah asalnya di Indonesia.

Batu bersejarah ini tersimpan di kediaman keluarga bangsawan Inggris, Lord Minto, di Roxburghshire, Skotlandia. Keberadaannya di luar negeri mengundang keprihatinan sekaligus rasa penasaran publik, mengingat nilai sejarah dan budaya yang dikandungnya.

Asal Usul dan Kandungan Sejarah Batu Minto

Prasasti Sangguran diperkirakan berasal dari tahun 928 Masehi, pada masa pemerintahan Mpu Sindok, pendiri Wangsa Isyana. Prasasti ini mencatat momen penting dalam sejarah Jawa, yaitu pemindahan pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Dalam inskripsinya, prasasti ini juga memuat peringatan dan kutukan kepada siapa saja yang berani memindahkannya dari tempat asal.

Kutukan tersebut diyakini sebagai bagian dari tradisi penulisan prasasti masa itu, yang bertujuan menjaga keaslian dan kesucian benda bersejarah tersebut. Namun, ironi pun terjadi ketika pada abad ke-19, prasasti ini justru diboyong ke luar negeri.

Diboyong ke Inggris oleh Kolonial

Kisah perpindahan prasasti ini bermula pada tahun 1813. Saat itu, Letnan Jenderal Sir Thomas Stamford Raffles, yang menjabat sebagai Letnan Gubernur Inggris di Hindia Belanda, menerima Prasasti Sangguran dari Kolonel Colin Mackenzie, seorang perwira Inggris yang tertarik pada kebudayaan Jawa.

Raffles kemudian menghadiahkannya kepada atasannya, Lord Minto, Gubernur Jenderal Inggris di India. Sejak saat itu, prasasti tersebut dikenal sebagai Batu Minto, dan tetap berada di Inggris hingga kini.

Menurut situs sejarah lokal Inggris rth.org.uk, Prasasti Sangguran dipindahkan ke tanah keluarga Minto di Roxburghshire pada tahun 1812 dan tetap berada di sana hingga kini.

“Sejak tahun 2004, keluarga Minto (melalui perwalian keluarganya) terlibat dalam upaya mengembalikan Batu Minto—yang beratnya 3 ton dan tingginya sekitar 1,8 meter—ke Jawa,” ungkap situs tersebut.

Upaya Pengembalian ke Tanah Air

Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Pada tahun 2006, upaya diplomatik pernah dilakukan untuk mengembalikan Batu Minto ke Indonesia. Delegasi Indonesia sempat mengunjungi keluarga Minto dan menyampaikan keinginan agar prasasti dikembalikan ke tempat asalnya di Malang, Jawa Timur. Namun, permintaan tersebut belum membuahkan hasil karena pihak keluarga meminta kompensasi yang sangat tinggi, sehingga proses repatriasi pun terhenti.

Simbol Warisan Budaya yang Terlupakan

Keberadaan Batu Minto di luar negeri bukan sekadar cerita tentang artefak yang hilang, namun juga mencerminkan tantangan besar dalam upaya pelestarian dan pemulangan benda-benda budaya Indonesia yang sempat dibawa keluar selama masa kolonial. Prasasti ini memiliki nilai sejarah yang tinggi karena mencerminkan perkembangan peradaban, sistem pemerintahan, dan kehidupan sosial masyarakat Jawa pada masa itu.

Upaya untuk memulangkan Batu Minto juga selaras dengan tren global dalam mengembalikan benda-benda budaya ke negara asalnya. Banyak negara saat ini mendorong museum dan institusi di Barat untuk mengembalikan koleksi yang diperoleh melalui kolonialisme atau perang.

Penutup

Batu Minto adalah simbol penting warisan sejarah Indonesia yang kini menjadi bagian dari narasi kolonialisme global. Keberadaannya di luar negeri memperkuat urgensi untuk terus mengupayakan repatriasi artefak sejarah demi menjaga jati diri bangsa dan menghormati nilai-nilai budaya masa lampau.