Dakwah

Masjid Lautze, Sarana Pemersatu Mualaf di Cirebon

×

Masjid Lautze, Sarana Pemersatu Mualaf di Cirebon

Share this article
MASJID LAUTZE berlokasi di Jalan Pekalangan, Kota Cirebon sebagai tempat mualaf keturunan Tionghoa Cirebon mendalami Islam. Foto: Cireboners.id/Rifki

Cireboners.id – Deretan pertokoan di Jalan Pekalipan, Kota Cirebon, terdapat sebuah masjid ikonik bernama Masjid Lautze 3. Berbeda dengan masjid pada umumnya, Masjid Lautze 3 ini merupakan ruko dua lantai yang difungsikan sebagai tempat ibadah.

Ornamen lampion di atas teras masjid, serta ukiran-ukiran khas Tionghoa menjadi bagian tak terpisahkan dari masjid tersebut. Warna merah, kuning dan hijau, menjadi penanda keberadaan masjid ini kental dengan komunitas keturunan Tionghoa muslim.

Takmir Masjid Lautze 3, Reno Subagio (41) menceritakan, pembangunan masjid ini didasari atas perjuangan para mualaf keturunan Tionghoa di Cirebon untuk memiliki tempat untuk mendalami tentang Islam.

“Berdirinya masjid ini terlaksana atas gotong royong dan bantuan dari berbagai pihak yang turut membantu,” tuturnya, Kamis (11/1/2024).

Masjid Lautze 3 ini merupakan cabang ketiga setelah Masjid Lautze 1 di Jakarta Pusat yang berdiri pada 1991 dan Masjid Lautze 2 di Bandung pada 1997.

Masijid ini diresmikan pada Hari Santri Nasional tahun 2022 lalu. Lautze sendiri memiliki arti ‘guru’ yang juga diambil dari sebuah nama jalan di Jakarta; jalan Lautze.

Menurutnya, daya tampung masjid ini di luar ekspektasi. Semula diperkirakan cukup menampung 80 jemaah, namun saat ibadah salat Jumat pertama lebih dari 100 jamaah.

“Pembangunan masjid ini tak lepas dari kehadiran Yayasan Haji Karim Oei (YHKO) di Cirebon. Haji Karim Oei merupakan tokoh Islam keturunan Tionghoa yang konon dekat dengan presiden pertama RI Soekarno dan Buya Hamka,” katanya.

Masjid Lautze 3 pun tak lepas dari peran para pendirinya yakni Pembina Yayasan Kristanti dan Andaka, ketua Yayasan Koh Harry Saputra Gani, Sekretaris Yayasan Koh Hendratno, Ketua DKM Ahmad Khumaini, serta seorang guru ngaji anak-anak Hendri Wijaya.

Aktivitas keagamaan di masjid ini sudah berlangsung setahun. Kehadiran masjid ini membuat Reno memiliki tempat untuk mendalami Islam. Sebagai mualaf, ia merasakan betul rintangan yang mesti dihadapi.

“Bahkan, dulu, untuk salat saja saya harus ngumpet-ngumpet,” tuturnya.

Kehadiran masjid ini memiliki misi merangkul seluruh mualaf yang berasal dari etnis apapun. Sebab, tujuan utamanya yakni untuk mempersatukan perbedaan yang ada.

“Adanya masjid ini untuk mempersatukan keberagaman, tidak ada mengeksklusifan diri,” ujarnya. (Rifki)