CIREBONERS – DPRD merekomendasikan Pemerintah Kota Cirebon untuk berkonsultasi ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) mengenai usulan rencana pencabutan atau revisi Perda Nomor 8/2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Cirebon 2011-2031.
Upaya tersebut dilakukan sebagai jalan keluar adanya perbedaan persepsi antara DPRD dan Pemerintah Kota Cirebon terkait apakah perlu pencabutan perda atau cukup hanya dilakukan revisi.
Anggota Komisi I DPRD Kota Cirebon, Dani Mardani SH MH menjelaskan, rencana Pemda Kota Cirebon menyampaikan usulan dua raperda, tentang Pembangunan Gedung dan Pencabutan Atas Perda Nomor 8/2012 tentang RTRW tahun 2012-2031, mendapat tanggapan berbeda dari DPRD Kota Cirebon.
Terkait usulan Raperda tentang Pembangunan Gedung, bisa diakomodir DPRD. Baik usulan melalui mekanisme ditetapkan prolegda oleh Bapemperda terlebih dahulu atau langsung ditetapkan. Namun begitu, tetap ada penyampaian dari eksekutif ke Bapemperda DPRD.
Sedangkan untuk usulan pencabutan Raperda RTRW, masih berbeda pandangan dengan DPRD. Tim Asistensi berpandangan perlu dilakukan pencabutan, namun DPRD berpikir mekanisme perubahan perda tidak perlu dicabut, akan tetapi cukup hanya direvisi materi peraturannya dengan mengacu pada Perda Rencana Detil Tata Ruang (RDTR).
“Solusi dari hasil rapat, perubahan nomenklatur perda itu dikonsultasikan dulu dengan kementerian ATR. Kami juga meminta pemerintah daerah segera cepat menyiapkan materi teknis terkait dengan rencana peninjauan kembali terhadap perda RTRW karena ini menyangkut pelayanan publik, terutama masalah perizinan,” ujar Dani usai rapat dengan Tim Asistensi Pemkot Cirebon di Griya Sawala gedung DPRD, Selasa (8/2/2022).
Sementara itu, Asisten Daerah Bidang Perekonomian dan Pembangunan Kota Cirebon, Drs Sumanto menyampaikan, Pemkot Cirebon dalam waktu dekat segera mengusulkan dua raperda dalam satu paket yaitu revisi Perda RTRW dan Penyelenggaraan Pembangunan Gedung.
Pemkot juga akan konsultasikan ke Kementerian ATR Terkait revisi materi rancangan nomenklatur Perda RTRW agar tidak terjadi ketidakpastian atau kekosongan hukum. Hasil dari konsultasi itu, tentu tidak akan menimbulkan masalah bagi kepentingan semua pihak.
“Perda RTRW ini banyak penyesuaian-penyesuaian luas wilayah, karena adanya Permen 75/2018, jadi berubah. Tapi RDTR kita sudah terakomodir provinsi. Perwali 76/2021 tentang RDTR ini acuan untuk revisi RTRW, karena RTRW terlalu umum maka detailnya ada di RDTR. Karena itu yang disegerakan adalah RDTR dulu,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kota Cirebon, Syahroni ADT MT mengatakan, berdasarkan PP Nomor 21/2021 ketentuan peninjauan kembali (PK) dan revisi Rencana Tata Ruang (RTR) menjadi kewenangan daerah. PK RTR dilakukan maksimal satu kali dalam lima tahun. Perubahan itu terjadi jika perubahan lingkungan strategis berupa, bencana alam skala besar, perubahan batas teritorial negara, perubahan batas daerah, atau perubahan kebijakan nasional bersifat strategis.
PK Peraturan Kepala Daerah (Perkada) tentang RDTR akibat adanya perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis dapat direkomendasikan oleh forum penataan ruang berdasarkan kriteria yang ditetapkan menteri.
“RTR dilakukan menghormati hak atas tanah sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, revisi RTR mengubah ruang dan perubahan fungsi ruang. Tetapi, tidak serta merta mengubah kepemilikan dan penguasaan tanah,” katanya.