Scroll untuk baca artikel
NasionalSerba Serbi

Potensi Bahaya Megathrust di Indonesia: Antara Ancaman dan Ketidakpastian

×

Potensi Bahaya Megathrust di Indonesia: Antara Ancaman dan Ketidakpastian

Share this article
Ilustrasi Gempa
Ilustrasi Megathrust. Foto: Pixabay

CirebonersID – Indonesia dikelilingi oleh sejumlah zona megathrust, yaitu kawasan pertemuan lempeng tektonik yang menyimpan potensi besar untuk memicu gempa bumi berskala tinggi dan tsunami yang dahsyat. Para ilmuwan dan hasil riset menyebut bahwa zona-zona ini tersebar di berbagai penjuru Indonesia, menciptakan risiko yang tak bisa diabaikan.

Namun, pertanyaan yang masih sulit dijawab secara pasti adalah, kapan zona megathrust tersebut akan mengalami pelepasan energi atau “pecah”?

- Advertisement -
- Advertisement -

Megathrust sendiri merupakan lokasi kontak antara dua lempeng tektonik yang saling bertumbukan. Dalam proses tersebut, lempeng-lempeng terus bergerak dan terjadi penumpukan energi karena adanya hambatan pada bidang geseknya. Jika energi yang terakumulasi itu dilepaskan secara tiba-tiba, maka terjadilah gempa besar. Kedalaman peristiwa ini biasanya berkisar antara 0 hingga 70 kilometer.

Menurut Amien Widodo, peneliti senior dari Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), gempa megathrust terjadi karena pergeseran lempeng yang tidak bisa berjalan mulus akibat gesekan kuat di antara keduanya.

Sementara itu, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menyatakan bahwa terdapat dua segmen megathrust yang disebut sudah lama tidak melepaskan energi: Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut. Berdasarkan Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017, kedua zona ini belum mengalami gempa besar selama lebih dari dua abad.

Di mana lokasi potensi Megathrust?

Sebagai gambaran, Megathrust Selat Sunda yang membentang sepanjang 280 km dengan lebar 200 km dan kecepatan pergeseran 4 cm per tahun, tercatat terakhir mengalami gempa besar pada tahun 1699 dan 1780 dengan magnitudo sekitar 8,5. Sedangkan Megathrust Mentawai-Siberut pernah mengalami gempa besar pada tahun 1797 (M 8,7) dan 1833 (M 8,9).

Kedua wilayah tersebut masuk dalam kategori seismic gap, yaitu zona yang secara geologis memiliki potensi gempa tinggi tetapi belum mengalami pelepasan energi dalam jangka waktu lama. Para ahli memperkirakan zona ini sedang dalam fase penumpukan tekanan pada kerak bumi, namun tetap belum dapat dipastikan kapan gempa akan terjadi.

Daryono menegaskan, meskipun disebut “tinggal menunggu waktu”, itu tidak berarti gempa akan terjadi dalam waktu dekat. Hal ini lebih merupakan pernyataan ilmiah bahwa zona tersebut belum mengalami pelepasan energi dibandingkan wilayah sekitarnya yang sudah lebih dahulu mengalami gempa.

Ia juga menekankan bahwa hingga saat ini, belum ada teknologi yang mampu memprediksi waktu pasti terjadinya gempa. Karena itu, pernyataan mengenai potensi gempa besar di zona megathrust bukan merupakan peringatan dini yang menandakan kejadian akan segera terjadi, melainkan bentuk kewaspadaan terhadap potensi bencana.

Studi lanjutan menunjukkan bahwa zona megathrust yang terletak dekat Pulau Jawa dapat menimbulkan tsunami setinggi puluhan meter jika terjadi gempa besar. Dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia, Pulau Jawa perlu meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi skenario terburuk ini.

Kesimpulannya, meskipun belum bisa dipastikan kapan megathrust akan “pecah”, penting bagi masyarakat dan pemerintah untuk tetap siaga dan meningkatkan mitigasi bencana. Kewaspadaan, edukasi, dan kesiapan menghadapi gempa dan tsunami menjadi langkah penting untuk meminimalisir dampak jika bencana benar-benar terjadi.