Scroll untuk baca artikel
Serba Serbi

Makna Marka Zig-Zag Kuning di Tepi Jalan: Bukan Hiasan, Tapi Aturan yang Mengikat

×

Makna Marka Zig-Zag Kuning di Tepi Jalan: Bukan Hiasan, Tapi Aturan yang Mengikat

Share this article
Marka Zig-Zag
Apa arti Marka Zig-Zag? Foto: Ditjen PUPR

CirebonersID – Seringkali kita melihat garis kuning berbentuk zig-zag di pinggir jalan, terutama di area ramai lalu lintas. Meski terlihat mencolok, tidak semua masyarakat memahami arti penting dari garis tersebut. Padahal, keberadaan marka itu bukan sekadar pelengkap visual, melainkan memiliki fungsi hukum yang jelas dalam mengatur perilaku pengendara.

Dilansir dari unggahan akun Instagram resmi Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada Minggu (18/5/2025) dijelaskan bahwa garis zig-zag berwarna kuning dalam istilah teknis disebut sebagai garis berbiku adalah tanda larangan parkir dan berhenti bagi semua kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat.

- Advertisement -
- Advertisement -

Dasar Hukumnya Apa?

Pengaturan mengenai marka ini sebenarnya telah tercantum secara resmi dalam regulasi pemerintah. Dasar hukumnya mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor PM 34 Tahun 2014 tentang Marka Jalan serta Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 mengenai Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

Dalam Pasal 43 Permenhub tersebut, ditegaskan bahwa garis larangan parkir atau berhenti di jalan digambarkan dalam bentuk garis berbiku berwarna kuning. Panjang garis ini minimal 1 meter, dan lebarnya tidak kurang dari 10 sentimeter.

Selain itu, dalam Pasal 70 peraturan yang sama disebutkan bahwa penempatan garis ini harus berada di sisi jalur lalu lintas agar mudah terlihat oleh pengendara. Tujuannya tentu untuk memberikan sinyal yang jelas bahwa area tersebut tidak boleh digunakan untuk parkir maupun berhenti, kecuali dalam kondisi darurat.

Sayangnya, masih banyak pengemudi yang belum memahami atau bahkan mengabaikan keberadaan marka ini. Padahal, pelanggaran terhadap aturan tersebut memiliki konsekuensi hukum yang cukup tegas. Merujuk Pasal 287 Undang-Undang LLAJ, dijelaskan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dan melanggar ketentuan tentang tata cara berhenti atau parkir dapat dikenai sanksi pidana. Bentuk sanksinya berupa kurungan paling lama satu bulan atau denda maksimal sebesar Rp250.000.

Dengan demikian, marka zig-zag kuning bukan hanya simbol di atas aspal, melainkan merupakan bagian dari sistem pengaturan lalu lintas yang memiliki kekuatan hukum. Kepatuhan terhadap rambu dan marka ini sangat penting untuk menjaga kelancaran dan keselamatan pengguna jalan secara umum. Masyarakat diimbau untuk lebih memahami fungsi tiap tanda di jalan serta tidak menyepelekan aturan, agar tercipta lingkungan lalu lintas yang tertib dan aman bagi semua.