Scroll untuk baca artikel
OpiniSerba Serbi

Seneca dan Kebesaran Jiwa dalam Kesederhanaan

×

Seneca dan Kebesaran Jiwa dalam Kesederhanaan

Share this article
Patung Seneca.
Patung Seneca. Foto: Pixabay/mikewildadventure

CirebonersID – Di tengah dunia yang kian riuh oleh pencapaian, pengakuan, dan pencitraan, pemikiran filsuf Stoik Romawi, Lucius Annaeus Seneca, hadir seperti oase yang menenangkan. Bagi Seneca, kebesaran sejati tidak terletak pada seberapa hebat seseorang di mata dunia, tetapi pada kemampuan untuk menemukan makna dalam hidup yang sederhana. Ia percaya bahwa jiwa yang besar tidak tertarik pada kehebatan yang berlebihan, melainkan justru menemukan kekuatan dalam keterbatasan dan ketenangan dalam ketulusan.

Filsafat Stoikisme yang dianut Seneca menekankan pentingnya hidup selaras dengan alam dan akal. Dalam banyak tulisannya, Seneca mengajak manusia untuk tidak bergantung pada hal-hal eksternal seperti kekayaan, kekuasaan, atau pujian. Justru, ia menilai bahwa ketergantungan pada hal-hal itu membuat manusia lemah dan rapuh. Sebaliknya, kebahagiaan yang sejati lahir dari dalam diri—dari kemampuan mengendalikan hasrat, menerima keadaan, dan menjalani hidup dengan bijak.

- Advertisement -
- Advertisement -

Salah satu gagasan yang terkenal dari Seneca adalah bahwa orang yang agung jiwanya akan lebih menghargai ketenangan hati daripada kemewahan hidup. Ia menulis:

“It is not the man who has too little, but the man who craves more, that is poor.”
(Bukan orang yang memiliki sedikit yang miskin, tapi orang yang selalu menginginkan lebih.)

Dari pernyataan ini, terlihat jelas bahwa ukuran kekayaan atau keberhasilan bagi Seneca bukanlah apa yang tampak di luar, tetapi apa yang dirasakan dan dikendalikan dari dalam.

Pandangan ini masih sangat relevan dalam kehidupan modern. Di era media sosial dan budaya pamer, banyak orang terjebak dalam upaya tak berujung untuk terlihat berhasil. Padahal, seperti yang Seneca tekankan, ketenangan dan kepenuhan hidup tidak ditemukan dalam ekses, melainkan dalam kesederhanaan yang dijalani dengan penuh kesadaran dan tujuan.

Kesederhanaan dalam pandangan Seneca bukan berarti menyerah atau hidup pasrah. Sebaliknya, itu adalah bentuk tertinggi dari kebebasan, karena orang yang cukup dengan dirinya sendiri tidak mudah diguncang oleh kehilangan, tekanan sosial, atau perubahan nasib. Ia berdiri teguh, bukan karena kekuatan luar, tetapi karena pilar kebajikan yang tumbuh dari dalam.

Filsafat Seneca mengajak kita untuk berhenti sejenak, melihat ke dalam diri, dan bertanya: apakah kita sedang memburu kehebatan yang semu, atau sedang membangun kebesaran yang sejati melalui hidup yang jujur dan sederhana?