Scroll untuk baca artikel
Serba Serbi

Bhante Tudong, Perjalanan Spiritual Biksu yang Menarik Perhatian

×

Bhante Tudong, Perjalanan Spiritual Biksu yang Menarik Perhatian

Share this article
Ritual pencucian kaki Bhante saat tiba di rumah singgah Welly Widadi, Kota Cirebon.
Ritual pencucian kaki Bhante saat tiba di rumah singgah Welly Widadi, Kota Cirebon, Minggu (27/4/2025). Foto: Cireboners/Rifki

CirebonersID – Fenomena Bhante Thudong belakangan ini menarik perhatian luas di Indonesia. Bukan hanya karena keunikan tradisinya, tapi juga karena nilai-nilai spiritual yang dibawa para biksu dalam perjalanan mereka.

Bhante Thudong sendiri merujuk pada biksu Buddha yang melakukan perjalanan panjang dengan berjalan kaki, sebagai bagian dari praktik asketis dalam ajaran Theravāda. Tradisi ini dikenal sebagai dhutanga atau thudong, istilah yang berasal dari bahasa Pali dan Thai.

- Advertisement -
- Advertisement -

Dalam tradisi ini, para biksu berjalan kaki menempuh jarak ratusan hingga ribuan kilometer, hanya berbekal kebutuhan sederhana. Mereka biasanya mengenakan jubah oranye, membawa mangkuk sedekah, dan menjalani hidup dengan penuh kedisiplinan.

Bhante Thudong tidak membawa uang, tidak makan berlebihan, dan hanya mengandalkan kebaikan masyarakat sekitar untuk kebutuhan makanan harian mereka.

Kehadiran Bhante Thudong di Indonesia menjadi pemandangan yang jarang terjadi. Baru-baru ini, sekelompok Bhante Thudong dari Thailand, Myanmar, Kamboja, dan negara lain melakukan perjalanan spiritual menuju Candi Borobudur untuk menyambut Hari Raya Waisak.

Dengan langkah yang sabar dan damai, mereka melewati kota, desa, hingga pegunungan, sambil tetap menjaga sila dan meditasi dalam setiap perjalanan.

Bhante Thudong Disambut Masyarakat

Masyarakat Indonesia menyambut para Bhante Thudong dengan penuh rasa hormat dan kagum. Banyak warga yang memberikan sedekah berupa makanan atau minuman, sebagai bagian dari praktik dana dalam ajaran Buddha.

Selain menjadi momen spiritual, interaksi ini juga memperkuat nilai-nilai toleransi, keramahan, dan saling menghargai di tengah keberagaman budaya dan agama di Indonesia.

Bhante Thudong mengajarkan bahwa perjalanan bukan sekadar berpindah tempat, melainkan latihan untuk mengasah batin. Dengan berjalan kaki dalam kesunyian dan kesederhanaan, para biksu ini melatih kesabaran, ketahanan fisik, pengendalian diri, dan melepaskan keterikatan duniawi. Setiap langkah menjadi meditasi yang menghubungkan tubuh, pikiran, dan dunia di sekitar mereka.

Fenomena Bhante Thudong juga menjadi pengingat bagi banyak orang akan pentingnya ketekunan, keikhlasan, dan hidup sederhana. Di tengah dunia yang serba cepat dan penuh distraksi, kehadiran mereka seolah mengajak masyarakat untuk kembali merenung tentang makna perjalanan hidup yang sejati.

Dengan semangat damai yang mereka bawa, Bhante Thudong bukan hanya melakukan perjalanan fisik, tetapi juga menebarkan vibrasi ketenangan, kedamaian, dan kasih sayang di sepanjang jalannya.