CirebonersID – Cirebon tak hanya dikenal sebagai kota yang sarat sejarah dan budaya, tetapi juga sebagai salah satu pusat kuliner tradisional yang terus hidup hingga kini. Salah satunya adalah adanya Nasi Lengko.
Makanan ini jadi salah satu yang populer dan banyak digemari masyarakat. Meski tampil sederhana, nasi lengko menyimpan kekayaan rasa, nilai gizi, hingga filosofi budaya yang kuat.
Nasi lengko terdiri dari nasi putih yang disajikan dengan tahu dan tempe goreng, tauge rebus, irisan mentimun segar, dan siraman sambal kacang kental.
Tak ketinggalan, taburan bawang goreng dan kecap manis memperkaya rasa makanan ini. Cita rasa gurih-manis sambal kacangnya menjadi daya tarik utama yang membuat banyak orang jatuh cinta pada nasi lengko sejak suapan pertama.
Asal Mula Nasi Lengko
Makanan ini dipercaya berasal dari kawasan pesisir utara Jawa, terutama Cirebon, Indramayu, dan Brebes. Nama “lengko” konon berasal dari bahasa Cirebon, yang berarti “bercampur” atau “komplit”, mencerminkan beragam komponen dalam sepiring nasi.
Pada mulanya, nasi lengko adalah makanan rakyat yang ekonomis dan mengenyangkan. Namun seiring waktu, nasi lengko naik kelas dan kini bisa ditemui di berbagai tempat makan, dari warung kaki lima hingga restoran modern.
Selain murah dan nikmat, nasi lengko juga dikenal sebagai makanan sehat. Tanpa santan dan daging olahan, makanan ini kaya serat, rendah lemak, serta kaya protein nabati dari tempe dan tahu.
Oleh karena itu, nasi lengko banyak disukai kalangan muda yang sadar akan pola makan sehat, termasuk vegetarian.
Di Cirebon, nasi lengko kerap menjadi hidangan pelengkap sate kambing khas lokal, menciptakan kombinasi unik antara makanan nabati dan hewani yang tetap seimbang.
Selain menjadi pilihan makan siang atau malam yang praktis, nasi lengko juga sering diperkenalkan sebagai bagian dari promosi wisata kuliner dalam berbagai festival daerah.
Melalui nasi lengko, Cirebon tidak hanya menyuguhkan rasa, tetapi juga kisah. Kisah tentang kesederhanaan, keberagaman, dan warisan kuliner yang terus lestari dari generasi ke generasi.
Makanan ini membuktikan bahwa untuk bisa dicintai, kuliner tak selalu harus mewah—yang penting adalah keaslian dan rasa yang melekat di hati.